Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cilacap, Jawa Tengah, menggelar budaya sedekah laut yang rutin diadakan pada bulan Suro setiap tahunnya dan jatuh pada Jumat Kliwon.
Kegiatan tasyakuran yang diikuti oleh ratusan nelayan di pesisir Pantai Cilacap dan disaksikan ribuan warga dilaksanakan pada hari Kamis malam pukul 19.00 (5/10) di pendopo agung Bupati Cilacap.
Semua lapisan masyarakat berkumpul terutama masyarakat nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap.
Hadir pada gelaran event tersebut, jajaran Forkopimda Kabupaten Cilacap, SKPD-SKPD, Dharma wanita, budayawan dan kasepuhan yang masing-masing membawa tumpeng dan dikelilingi oleh kelompoknya.
Pembukaan gelar budaya sedekah laut ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh Bupati Cilacap, H. Tatto Suwarto Pamudji, yang diberikan langsung kepada Ketua DPD HNSI Kabupaten Cilacap, Sarjono, yang kemudian dilanjutkan dengan makan tumpeng bersama sebagai rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa.
Sementara itu Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Cilacap, Murniyah, menjelaskan, prosesi sedekah laut dimulai sejak hari Kamis (5/10) dengan kegiatan ziarah yang dilanjutkan dengan tirakatan pada malam harinya.
Menurut dia, tradisi sedekah laut akan dimulai dengan kirab “jolen” (sesaji yang akan dilarung, red.) dari Pendopo Kabupaten Cilacap menuju Pantai Teluk Penyu dan selanjutnya dibawa ke Pulau Majeti di selatan Pulau Nusakambangan pada Jum’at (6/10) pagi.
“Pada Jum’at (6/10) malam akan ada pergeleran seni di setiap kelompok malam dan pada Sabtu (7/10) malam ada pagelaran kesenian dari berbagai kabupaten di wilayah Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen),” jelasnya.
Prosesi dimulai dengan arak-arakan 11 jolen (sesaji) yang akan dilarung ke pantai selatan, Jum’at (6/10). Jolen tersebut dikirab dari Pendopo Kabupaten Cilacap menuju pantai teluk Penyu, Cilacap, kemudian dibawa ke pulau Mejeti untuk dilarung di Samudera Hindia.
Iring-iringan kirab tersebut terdiri dua perempuan berkuda, barisan prajurit bertombak, barisan umbul-umbul, 14 putri domas, 14 putri pengiring, kereta kuda yang membawa bupati Cilacap dan istri serta pejabat lainnya, sejumlah becak, dan prajurit pembawa “jolen”.
Kegiatan sedekah laut ini merupakan tradisi tahunan yang sudah berlangsung sejak masa Pemerintahan Adipati Cakrawerdaya III pada tahun 1817. Tetapi tradisi tersebut sempat terhenti dan baru dihidupkan kembali pada masa Bupati Poedjono Pranjoto pada tahun 1982 hingga saat ini.
Ritual tahunan ini juga merupakan ungkapan rasa syukur para nelayan atas hasil tangkapan mereka yang melimpah sejak beberapa bulan terakhir. Tampak kepala kerbau sebagai sesaji berada dalam “jolen” yang disusun di dalam tandu yang diusung para nelayan.
Murniyah menyatakan, prosesi sedekah laut kali ini sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya. Prajurit bertombak menggunakan pakaian bergaya kerajaan Mataram. Karena prosesi yang dilaksanakan semasa Pemerintahan Adipati Cakrawedaya III yang konon memiliki hubungan dekat dengan Keraton Yogyakarta.
“Prajurut bertombak dalam prosesi kali ini menggunakan gaya Mataraman, yakni berpakaian “Lombok Abangan” khas Keraton Yogyakarta,” katanya kepada wartawan. (Firman /John JN)