Di tengah gencarnya ekspose kasus korupsi di berbagai daerah Kepulauan Riau dalam rangka mendukung program 100 hari kerja Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming, Kejaksaan Negeri Lingga justru menjadi sorotan.
Hingga akhir tahun 2024, tidak satu pun kasus korupsi yang berhasil ditangani secara signifikan, termasuk kasus pengadaan bonsai yang diduga melibatkan sejumlah pejabat tinggi di Kabupaten Lingga.
Kasus ini mencuat setelah adanya dugaan keterlibatan Maratusholiha, istri Bupati Lingga Muhammad Nizar, dalam pengadaan bibit bonsai yang disebut merugikan negara hingga ratusan juta rupiah.
Meskipun bukti-bukti seperti dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan keterangan pemasok telah tersedia, proses hukum kasus ini terlihat mandek tanpa kejelasan.
Ketua Umum Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI), Tubagus Rahmad Sukendar, mengkritik keras lambannya penanganan kasus ini.
Dalam kegiatan di Batam, Minggu, 12 Januari 2025, Tubagus menegaskan bahwa pihaknya akan membawa masalah ini ke Menko Polhukam Budi Gunawan untuk memastikan penegakan hukum berjalan adil.
“Penanganan kasus bonsai Kabupaten Lingga seolah terhenti tanpa kejelasan. BPI KPNPA RI akan mengawal kasus ini agar tidak ada pihak yang kebal hukum, termasuk pejabat tinggi Pemkab Lingga,” ujarnya.
Pada Desember 2024, Koordinator Wilayah Melayu Raya Kabupaten Lingga, Zuhardi, yang akrab disapa Juai, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Negeri Lingga.
Ia menuntut percepatan penyelesaian kasus tersebut dan mempertanyakan keseriusan aparat hukum dalam menangani kasus yang sudah menjadi perhatian luas ini.
“Katanya, negara ini menjunjung hukum. Tapi di Lingga, hukum terasa tumpul jika menyangkut pejabat atau keluarganya. Jika masyarakat biasa yang terlibat, pasti prosesnya sudah selesai,” tegas Juai.
Ia juga menekankan bahwa bukti-bukti yang ada seharusnya cukup untuk membawa kasus ini ke meja hijau.
“Kalau terus dibiarkan, ini hanya akan memperburuk citra penegakan hukum di Kabupaten Lingga,” tambahnya.
Desakan masyarakat agar Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) mengambil alih kasus ini semakin kuat. Langkah ini dianggap penting untuk mempercepat proses hukum dan menghindari kesan negatif terhadap kinerja Kejaksaan Negeri Lingga.
“Penanganan yang lamban akan menjadi preseden buruk. Jangan sampai kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum semakin runtuh,” ujar Juai.
Tubagus Sukendar menambahkan bahwa keberanian aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini tanpa pandang bulu akan menjadi bukti nyata komitmen terhadap pemberantasan korupsi.
“Jika Kejati Kepri tidak mengambil alih kasus korupsi bonsai ini, maka akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Kepulauan Riau,” tegas Tubagus.
Publik berharap Kejati Kepri dan Kejari Lingga segera mengambil langkah cepat dan transparan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat sekaligus memberikan keadilan.