0 Shares

Bau busuk dugaan korupsi berhembus kencang di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Hal ini terungkap dari hasil laporan Badan Peneliti Independen (BPI) Kekayaan Pejabat negara dan pengusaha nasional.

Ketua DPD BPI Jabar Yunanto Perwira Buwana mengatakan, sebagai lembaga independent yang konsentrasi pada pemantau korupsi, pihaknya merasa berkewajiban untuk melaporkan masalah ini ke pihak berwenang.

“Kita sudah layangkan laporannya ke Direktur Reserse Kriminal dan Khusus ‎Polda Jabar dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) beberapa hari lalu untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” kata Yunanto saat dikonfirmasi, Sabtu(11/2).

Dikatakannya, dugaan tindak pidana korupsi ini bermula dari adanya indikasi pemberian gratifikasi yang dilakukan pihak pemenang tender, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kelompok Kerja (Pokja) dalam pengadaan barang bahan makanan untuk Praja IPDN pada tahun anggaran 2016.

“Jadi kasusnya ada dugaan gratifikasi dan berdasarkan hasil investigasi kami memiliki bukti-buktinya,” jelas Yunanto

Yunan memaparkan, pada proses lelang tender tersebut telah dimenangkan oleh PT RM Jawa Tengah dengan penawaran Rp32,5 miliar lebih padahal hasil pemenang lelang tersebut mestinya merupakan penawaran tertinggi.

Selain itu, dugaan adanya gratifikasi lainnya adalah adanya aliran dana yang diberikan pihak pemenang tender kepada Kabag Umum selaku PPK melalui rekening stafnya yang ada indikasi KKN dan faktor kedekatan.

Yunanto menuturkan, bukti pelanggaran lainnya adalah adanya adendum yang harus menjadi syarat pada dokumen lelang dan menjadi persyaratan ‎mutlak bagi peserta lelang seperti pada dokumen hasil uji labolatorium bebas formalin dari instansi pemerintah pada bahan makanan 2 jenis ikan. Padahal sebelumnnya panitia hanya mensyaratkan dukungan dari distributor ikan dengan lampiran hasil uji labolatorium saja‎.

Melihat kondisi ini, peserta lelang membutuhkan waktu untuk melengkapi persyaratannya sebab dalam membuat hasil uji labolatorium milik pemerintah membutuhkan waktu 7 hari kerja namun jika dilihat dari batas waktu addendum tidak memungkinkan.

“Jadi seharusnya persyaratan ini dijelaskan secara detail dari awal jangan dipertengahan ketika proses sudah berjalan, dan inikan sudah jelas ada permainan, agar para peserta lelang berguguran karena kurang persyaratan‎,” cetusnya.

Yunanto berharap, pihak berwenang segera mengusut tuntas tindak pidana korupsi yang terjadi di lembaga milik Pemerintah tersebut.

“Sangat ironis, IPDN kan lembaga mencetak Aparatur Sipil Negara (ASN) sementara dalam pengadaan barang/jasa saja ada gratifikasi,” ujarnya tak habis pikir.

Sementara saat dikonfirmasi RMOLJabar didampingi BPI, panitia pelelangan mengakui tidak mengetahui mengenai perubahan tersebut padahal menurut aturan dan ketentuan sudah jelas bahwa perubahan adendum harus ada persetujuan dari PPK.

“Pelelangannya sudah diserahkan kepada ULP dan pihak PPK hanya menerima hasil proses lelang saja,” ungkap Wiwit selaku Kabag umum yang merangkap sebagai PPK.

Seperti yang di lansir oleh Jawa Pos Online pada tanggal‎ 4 maret 2016 diberitakan bahwan Kementerian dalam negeri Tjahyo Kumolo sudah memberikan ijin kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dengan segera melakukan penyelidikan di tubuh IPDN.

Tjahyo menceritakan, pertemuan dirinya dengan lembaga anti korupsi tersebut bahwa dugaan korupsi tidak saja terjadi pada pembangunan kampus IPDN saja tapi pada pengadaan barang dan jasa seperti Katering dan pengadaan seragam untuk Praja.

“Jadi disebutkan kenapa kateringnya kok yang masak orang tertentu saja selama sepuluh tahun dan pengadaan seragam kenapa yang menjahit perusahaan itu terus dan KPK sudah punya datanya,” tandasnya. [nif]

~rmoljabar.com