bpikpnpari.id/ JAKARTA – Ketua Umum BPI KPNPA RI, Tubagus Rahmad Sukendar, mengeluarkan pernyataan keras terkait rangkaian bencana besar yang melanda Sumatra dan menewaskan ratusan warga. Ia menegaskan bahwa tragedi tersebut bukan sekadar musibah, melainkan akibat langsung dari kerusakan ekologis yang dibiarkan berlangsung selama bertahun-tahun.
“Aparat negara sudah saatnya bergerak. Jangan biarkan bangsa ini terus menderita akibat ulah para perusak hutan dan pelaku tambang liar,” tegas Rahmad.
Ratusan Warga Tewas, Ratusan Hilang: Sumatra Menjerit
Bencana banjir bandang dan longsor yang menyapu desa hingga kota di Sumatra telah menewaskan korban jiwa, sementara ratusan lainnya masih hilang, diduga terkubur lumpur dan reruntuhan bukit yang digunduli.
“Ini bukan musibah biasa. Sumatra sedang menjerit keras. Yang terjadi hari ini adalah hasil dari pengrusakan hutan dan eksploitasi tambang yang terus dibiarkan,” ujar Rahmad. Selasa (2/11/25).
Ia menyampaikan duka cita mendalam atas hancurnya kehidupan warga dan porak porandanya kawasan pemukiman akibat ambruknya ekosistem yang selama ini menjadi benteng alam.
“Negara Tidak Bisa Lagi Berlindung di Balik Istilah Musibah Alam”
Rahmad Sukendar menegaskan, kerusakan ekologis yang terjadi merupakan konsekuensi dari deforestasi brutal yang menghabiskan hutan-hutan hulu daerah aliran sungai (DAS) Sumatra.
Data Global Forest Watch mencatat Indonesia kehilangan 10,7 juta hektare hutan primer dalam 20 tahun terakhir — angka yang mencerminkan pembiaran sistematis.
“Setiap izin yang dikeluarkan tanpa pengawasan berarti satu ancaman baru bagi desa-desa di hilir. Semua orang tahu itu, termasuk pemerintah,” kritiknya.
Menurut Rahmad, negara tidak boleh lagi berpura-pura bahwa banjir bandang adalah kehendak alam.
“Ketika ada nya yang meninggal, itu bukan alam yang salah. Itu kebijakan yang salah. Itu keberpihakan negara yang salah.”
Tuntutan: Hentikan Semua Aktivitas Ekspoitasi di Kawasan Rawan — Sekarang!
Rahmad mendesak pemerintah untuk bergerak cepat:
Hentikan total aktivitas ilegal logging dan tambang liar.
Audit menyeluruh semua izin konsesi hutan dan tambang.
Proses pidana pemilik modal, operator lapangan, hingga pejabat pemberi izin.
Bongkar jaringan mafia hutan yang memperjualbelikan kawasan konservasi dan hulu DAS.
“Kalau negara tidak mampu menindak tegas, itu artinya negara memilih membiarkan rakyatnya mati,” ujarnya keras.
“Sumatra Telah Membayar dengan Darah — Giliran Negara Menunjukkan Keberaniannya”
Rahmad menegaskan bahwa tragedi di Sumatra adalah luka bangsa, bukan sekadar bencana. Menurutnya, bangsa yang membiarkan warganya mati karena kesalahan yang bisa dicegah adalah bangsa yang telah kehilangan kompas moralnya.
“Menjaga hutan adalah menjaga kehidupan. Kita sudah kehilangan ratusan jiwa. Berapa lagi yang harus mati sebelum negara benar-benar bangun?” tegasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan desakan kuat:
“Jika keberanian politik tidak muncul hari ini, maka setiap musim hujan akan terus menjadi musim kematian.”
(**)




