0 Shares

Jakarta – Dugaan praktik korupsi kembali mencuat dari tubuh mantan anggota DPR RI periode 2019–2024. Nama Abdul Wahid, yang kini menjabat sebagai Gubernur Riau, ikut terseret dalam daftar 44 legislator yang disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima aliran gratifikasi Dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepanjang 2020–2023.

Dana CSR yang semestinya digunakan untuk kepentingan sosial diduga kuat diselewengkan melalui yayasan yang dikelola anggota Komisi XI DPR, dan sebagian mengalir untuk kepentingan pribadi maupun kelompok politik.

Ketua Umum BPI KPNPA RI, Rahmad Sukendar, angkat suara menyoroti kasus tersebut. Ia menegaskan bahwa penyalahgunaan dana CSR adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat.

“Dana CSR itu seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk bancakan pribadi. Jika benar Abdul Wahid menerima aliran dana tersebut, maka KPK wajib segera bertindak. Panggil, periksa, dan tahan semua pihak yang terlibat. Jangan ada tebang pilih,” tegas Rahmad, Sabtu (13/9/2025).

Menurutnya, publik tengah menunggu keseriusan KPK dalam membongkar skandal besar ini. Ia memperingatkan agar aparat penegak hukum tidak bermain mata dengan pihak-pihak yang memiliki jabatan atau kekuasaan.

“Kami dari BPI KPNPA RI akan terus mengawal kasus ini. Korupsi sudah menjadi musuh utama bangsa. Jika dibiarkan, ia akan semakin mengakar dan merusak sendi-sendi negara. Saatnya KPK buktikan bahwa hukum benar-benar tajam ke atas, bukan hanya tajam ke bawah,” pungkasnya. (*)